Rasanya judul di atas seakan profokatif, karena menjurus pada konotasi jelek dan bermuatan “negatif“, padahal sejatinya hanya sebagai bahan stimulus agar para peselancar dunia maya mau berlabuh sebentar di Pulau Blog penulis untuk sekedar menghirup nafas sembari menikmati kopi sambil membaca artikel ini, yang mudah-mudahan bermanfaat. Mungkin kalau mendengar kata kurikulum pendidikan, seperti hal yang tidak begitu penting untuk dikupas hanya untuk melihat kekurangan maupun kelebihannya. Namun selaku guru, penulis memiliki kewajiban moral untuk sekedar mendalami materi dari sebuah kurikulum pendidikan. Meskipun pengetahuan yang penulis miliki tentang kurikulum pendidikan masih terbilang minim, namun setidaknya dapat memberikan tambahan referensi bagi para pembaca untuk menelaah lebih lanjut dan lebih mendalam tentang kurikulum pendidikan di Indonesia. Memang serba salah, di satu sisi, sebagai guru, hanya berkewajiban untuk menjalankan dan melaksanakan kurikulum yang sudah ditetapkan Pemerintah, namun disisi lain, sebagai insan akademik, guru memandang perlu adanya koreksi atau kritikan sekiranya pelaksanaan kurikulum yang dirasakan, justru malah membebani guru bahkan merugikan peserta didik.
Terkadang penulis heran dengan adanya perubahan ataupun penyempurnaan kurikulum pendidikan yang didasari oleh uji coba. Jangankan menerapkan pelaksaanaan kurikulum pendidikan secara tuntas dan menyeluruh, mengevaluasi pelaksanaan kurikulum sebelumnya, sejauh penulis tahu, rasanya belum pernah dilaksanakan. Sebagaimana yang terjadi pada saat kurikulum 2006 diberlakukan, belum sepenuhnya para guru dan pelaku pendidikan lainnya melaksanakan secara tuntas, ternyata sudah diujicobakan kurikulum 2013. Tentunya sebagai guru, tak bisa berbuat apa-apa selain melaksanakan kewajiban 7 tugas pokok guru sesuai kurikulum yang berlaku berdasar pada UU atau permen yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Jeritan guru-guru di daerah pinggiran hanya menjadi hiasan kehidupan pendidikan di Indonesia. Guru tak lagi seperti jaman dahulu yang tidak terikat oleh berbagai regulasi. Nyatanya guru-guru di zaman dahulu mampu menghasilkan berbagai karya cipta ilmu pengetahuan, bahkan mampu mencetak peserta didik/murid yang cemerlang dan jenius. Sebut saja, Bukhari, seorang perowi hadits yang mampu menghafalkan ratusan ribu hadits nabi hanya dalam waktu beberapa tahun saja, ketika berguru pada Ahmad bin Hambal. Jadi tak bisa dipungkiri, guru di zaman sekarang terikat oleh berbagai aturan dan norma karena berbagai factor.
Di sini, penulis tidak mengajak pembaca untuk mengkritisi kurikulum yang ada sekarang, namun mencoba menghadirkan pemikiran bebas layaknya seorang pujangga yang bebas berkreasi. Karena bukan kapasitas penulis untuk mengkritisi apalagi mendiskreditkan kurikulum pendidikan di Indonesia, karena penulis hanyalah seorang guru SMP di desa terpencil yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota. Terlepas dari itu semua, kurikulum di Indonesia ternyata telah mengalami perubahan dan penyempurnaan sampai 11 kali, seperti gambar di bawah ini.
- Kurikulum Rencana Pelajaran (1947)
Berorientasi Politis, dengan tujuan mengarahkan orientasi pendidikan Belanda ke pendidikan nasional. Pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini serta menekankan pendidikan watak.
- Kurikulum Rencana Pelajaran Terurai (1952)
Merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, dimana setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Sudah ada kejelasan dalam silabus tentang guru mengajar.
- Kurikulum Rencana Pendidikan (1964)
Menyempurnakan kurikulum 1952. Model pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.
- Kurikulum 1968
Bernuansa politis karena menganggap kurikulum 1964 sebagai produk orde lama. Tujuan kurikulum : membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama..
- Kurikulum 1975
Penyempurna kurikulum 1968. Kurikulum dipengaruhi oleh konsep di bidang manajemen MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
- Kurikulum 1984
Merupakan Penyempurna Kurikulum 1975. Mengusung pendekatan proses keahlian dengan menganggap penting faktor tujuan. Siswa dianggap sebagai subyek belajar. Pada kurikulum ini menggunakan model CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).
- Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Merupakan hasil perpaduan kurikulum 1975 dan 1984 yang super padat, karena beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal.
- Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi yang menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi.
- Kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Hampir sama dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan. Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya.
- Kurikulum 2013
Memiliki tiga aspek penilaian, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan.
- Kurikulum 2015
Kurikulum tahun 2015 ini ternyata masih dalam tahap penyempurnaan dari kurikulum 2013. Namun Ujian Nasional yang digelar pada tahun 2015 ternyata menggunakan Kurikulum 2006 yaitu KTSP. Karena, untuk saat ini, siswa yang sekolahnya sudah menggunakan Kurikulum 2013 baru melaksanakan tiga semester.
Dari urauian di atas, ternyata kurikulum pendidikan di Indonesia lebih banyak didominasi oleh bentuk penyempurnaan kurikulum sebelumnya. Namun ada juga beberapa kurikulum yang bernuansa potilis, dan pesanan penguasa. Dan jika dicermati lebih dalam lagi, kurikulum di Indonesia hanyalah sebuah program belaka. Karena itu, wajar saja jika kurikulum bisa mengalami kegagalan karena memang kurikulum adalah program pendidikan. Keberhasilan sebuah program pasti banyak ditentukan oleh manusianya itu sendiri. Dan bisa jadi program kurikulum 2013 mengalami kegagalan atau ketidaksempurnaan. Mengapa demikian ? Karena hal itu disebabkan oleh mulai ada indikasi bahwa kurikulum 2015 yang masih dalam tahap penyempurnaan akan bergulir. Semoga kurikulum 2013 mampu menjawab tantangan dan persoalan pendidikan di masa sekarang, bukan menjadi pemanis kebutuhan pendidikan di Indonesia, dan bukan pula pesanan penguasa untuk memperkuat kekuasaannya. Dengan demikian dapat diambil satu konklusi bahwa kurikulum di Indonesia sampai saat ini belum ada yang berhasil secara optimal.